Rabu, 12 April 2017

Puisi untuk Ayah

Teruntuk dirimu yang amat mulia
Tiada bandingannya

Ayah, nampaknya aku tidak bisa jujur bahwa hatiku lara
Rasanya, aku lebih kuat jika harus tidak melihatmu
Rasanya aku tak ingin pulang ke rumah
Bukan, bukan aku tak mencintaimu
Aku sangat mencintaimu ayah, sangat..

Betapa hatiku selalu iba melihatmu
Penyakit itu nyaris menggerogoti tubuhmu secara perlahan
Engkau terlihat menua
Tubuhmu nyaris sepertiku, kurus dan kering

Aku tidak baik-baik saja dengan keadaan ini
Aku tidak bangga karena akhirnya orang tuaku kurus sepertiku
Aku sangat ingin Tuhan mengembalikan sosokmu yang gemuk, kuat, dan hebat
Sosokmu yang selalu menjadi kebanggaan
Bukan hanya untuk keluarga kita saja
Tetapi juga relasimu dalam dunia pendidikan

Engkau sosok yang hebat
Sosok yang tidak pernah menyakitiku setitik noda pun
Engkau selalu membuat hatiku berbunga, bergelora, dengan semangat dan ambisimu
untuk aku dapat melanjutkan pendidikan setinggi yang aku inginkan

Aku tidak ingin kesemua itu
Tetapi aku berjanji akan melakukannya untukmu, ayah

Lekas sembuh..
Lekas kembali menjadi hebat dan gagah
Wahai kebanggaan banyak insan..


Jakarta, 06 Maret 2016

Delia Isnasari

Puisi ini di dedikasikan untuk Alm. Ayah yang meninggal pada 06 Desember 2016. Sebenarnya, aku buat puisi ini udah lama. Dulu, waktu ayah sakit. Dulu, Ayah harus masuk rumah sakit lagi. Tapi, Mama nggak bilang hal itu. Aku malah tahu dari sahabatku. Seketika, aku rapuh. Aku bingung dan khawatir. Seperti biasa, aku selalu meluapkan emosi sedihku melalui tulisan. Tulisan inilah yang aku persembahkan secara diam-diam untuk ayah. Sekarang mungkin ayah tahu isi puisi ini. Aku yakin, ayah melihatku dari sana. 

Oya, puisi ini pernah aku buat musikalisasinya. Lalu aku post di instagram. Tapi sudah kuhapus. Tapi nanti akan aku post lagi di akun @nashadilia yaa! :)

Selasa, 23 Februari 2016

Pilihan Hidupmu

Mata sangat bahagia ketika melihat sesuatu yang indah. Mata juga yang bisa menilai harga dari sesuatu yang dilihatnya. Hidup kadang membuat pilihan sendiri. Latar belakang dan kebiasaan sehari-hari juga menentukan pilihan. Entah mau di atas, di tengah, ataukah di bawah.

Pepatah pernah berkata bahwa di atas langit ada langit. Berhubungan dan berkawan dengan karib membuat inspirasiku hadir. Jika kelas hidup ingin berada di atas dengan selalu merasakan lebih, bahagia, tidak pernah merasa kesusahan, ingatlah bahwa keinginan itu tidak akan pernah puas. Sadarlah bahwa jika telah terwujud, pasti ingin menjadi lebih atas lagi. Karena di atas langit ada langit. Kamu tidak akan menjadi bersyukur.

Jadi, tentukan pilihan itu. Ini hidupmu. Jika kamu mampu tetapi tidak ingin melebih-lebihkan itu, maka kamu tidak bersalah karena itu pilihanmu. Tetapi jika kamu mampu dan ingin melebihkannya, tentu saja itu hakmu. Orang lain tidak berhak melarangmu.

Pandeglang, Agustus 2015
Nasha Dilia


Selasa, 08 September 2015

Hanya Takut

Aku hanya takut untuk merasa kesepian
Aku hanya takut tidak lagi mendapatkan kebahagiaan
Aku hanya takut merasa sulit untuk tersenyum
Aku hanya takut tidak lagi dapat tertawa

Pada sisi apa aku mampu menyembunyikannya?
Padahal aku bukan seorang pemain film yang pandai memanipulasi mimik
Siapa yang dapat melihatnya?
Selalu ada ketakutan didalam jiwaku

Jakarta, September 2015
Nasha Dilia